KH. Mas Abdurahman (Pendiri Mathla'ul Anwar)
KH. Mas Abdurahman adalah putra dari K. Mas Djamal Al-Djanakawi yang lahir pada tahun 1868 di Kampung Janaka, tepatnya di lereng Gunung Haseupan di Distrik
Gelar "Mas" merupakan gelar kehormatan yang diberikan turun temurun yang berasal dari nama seorang senopati Pajajaran bernama Mas Jong dan Agus Ju. Mereka adalah tangan kanan raja Pajajaran bernama Pucuk Umun. Ketika Kerajaan Pajajaran ditaklukan oleh Sultan Maulana Hasanudin Putra Syarief Hidayatullah Sultan Cirebon, Pucuk Umun lari ke selatan, sedangkan Senopati Mas Jong dan Agus Ju menyerahkan diri kepada Sultan Maulana Hasanudin. Kemudian Mas Jong dan Agus Ju memeluk agama Islam serta mendapat kedudukanpenting sebagai senopati Kasultanan Banten dengan gelar kehormatan Ratu Bagus Ju dan Kimas Jong. Pada masa keruntuhan kasultanan Banten, para ulama/kyai dan guru agama keluarga besar kasultanan Banten meninggalkan istana masuk ke daerah pedalaman. Mereka menjauhkan diri dari keramaian
P E N D I D I K A N
Walaupun K. Mas Djamal Al Djanakawi tinggal di sebuah dusun terpencil yang sukar di jangkau, namun ia memiliki perhatian dan motivasi yang tinggi terhadap masa depan putranya. Ia berfalsafah pohon pisang “bahwa ia tidak ingin meniggal dunia sebelum putranya berhasil atau memiliki bekal ilmu pengetahuan yang memadai” .
Sebagaimana pohon pisang walaupun ditebang beberapa kali, tetap akan terus mengeluarkan tunasnya, setelah menghasilkan buah, baru ia rela untuk mati. Dengan dasr ilmu pengetahuan yang didapat dari ayahnya sendiri terutama pengetahuan dasar baca Al-Qur’an, selanjutnya KH. Mas Abdurahman dididik oleh orang lain untuk mendapatkan pendidikan lanjutan. Diantaranya KH. Shahib di Kampung Kadupinang. Karena jaraknya cukup jauh, sedangkan alat transportasi belum ada., satu-satunya jalan adalah di gendong ayahnya. Setelah cukup dewasa. KH Mas Abdurahman dititipkan di sebuah Pondok Pesantren Al-Qur’an yang berada di daerah Serang dibawah bimbingan KH. Ma’mun yaitu seorang guru spesialis dalam bidang Al-Qur’an. Setelah puas melihat putra-nya dapat menyelesaikan pendidikan di pesantern Al-Qur’an, beliau berangkat ke Tanah Suci menunaikan ibadah Haji, sehingga ia Wafat. Tinggalah KH. Mas Abdurahman yang di rungdung duka, ditinggalkan ayah tercinta tempat mengadu dan harapan pergi untuk selama-lamanya, tetapi peristwa ini tidak melarutkan dalam kedukaan
MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Pada tahun 1905 berangkatlah KH. Mas Abdurahman ke Mekah walaupun dengan bekal hanya cukup untuk ongkos pergi saja, tetapi dengan tekad dan kemauan kuat beliau berangkat dengan tujuan disamping menunaikan ibadah haji, ia juga berniat bermukim untuk menuntut ilmu agama sekaligus berziarah ke pusara ayahandanya walaupuhn tidak jelas dimana kuburannya. Karena kuburan di
Semua hambatan dan rintangan telah dihadapinya, baik uang saku yang terbatas maupun kondisi alam di Mekkah yang tidak sesuai dengan kondisi alam
Seluruh pelajaran diikutinya dengan penuh perhatian dan ketekunan walau sarana serta peralatan menulis tidak lengkap, kebanyakan cukup hanya mendengarkan. Tetapi keberhasilan dan kemahirannya dalam menyerap ilmu pengetahuan khususnya bidang agama sangat mendalaminya, diantaranya ilmu bahasa Arab, Fiqh, Usul Fiqh, Nahu, Shorof, Balaghah, Tafsir, Ilmu Ushul, Tasawuf dll
Diantara guru- guru beliau yang berasal dari Indonesia yakni, Syech Nawawi Al-Bantani, berasal dari Tanahara yang terkenal dengan kitab tafsirnya dan Syech Achmad Chotib yang berasal dari Minangkabau yang terkenal dengan Ilmu Tasyawufnya.
Dengan keberhasilannya menguasai ilmu pengetahuan agama, KH. Mas Abdurahman direncanakan diangkat sebagai BADAK (asisten dosen) pengajian di Masjidil Haram, tetapi tidak berlanjut karena adanya permohonan dari para Ulama/Kyai Banten (Menes) agar beliau segera kemabli ke tanah air.
Selama di Tanah suci beliau belajar bersama dengan KH. Hasyim Asy’hari dari
KEMBALI KE TANAH AIR
Sejak para ulama/kyai meninggalkan kesultanan, masyarakat umumnya jarang sekali memperoleh kesempatan belajar menuntut ilmu agama (Islam) secara memadai. Untungnya masyarakat Banten telah memiliki jiwa keislaman yang tertancap secara mendalam, sehingga setiap keluarga merasa berkewajiban mewariskan ilmu agama secara turun temurun sekalipun masih berbaur dengan takhayul, ibadah dan syari’ah dengan bid’ah dan khurafatnya.
Secara umum kondisi masyarakat Banten khususnya dari segi pendidikan memang sangat memprihatinkan, sekolah – sekolah yang dibangun oleh penjajah Belanda tidak disiapkan untuk pribumi, hanya golongan tertentu yang bisa masuk disekolah tersebut. Atas keprihatinan tersebut, para kyai mengadakan musyawarah bertempat di Kampung
KH. Mas Abdurahman bin K. MAs Jamal Al-Djanakawi kembali dari tanah suci Mekkah sekitar Tahun 1910 M. Dengan kehadiran kyai muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan pembaharuan Islam bersama-sama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang. Sekembalinya dari tanah suci, KH. Mas Abdurahman dinikahkan dengan putrid KH.Tb. Mohammad Sholeh yakni Nyi. Enong. Selang beberapa bulan, Nyi enong beserta ibundanya diberangkatkan untuk menunaikan ibdah haji. Namun nasib
Sepeninggal putrunya, KH. Tb. Mohammad Sholeh kedatangan seorang saudagar Menes yang terkenal dimasanya bernama H. Alimemohon untuk menjodohkan putrinya bernama Aminah dengan KH. Mas Abudrahman. Kiranya jodoh berada ditangan Allah, pernikahanpun telah terlaksana atas IrodatNya
BERDIRINYA MATHLA’UL ANWAR
Langkah pertama yang dilakukan KH. Mas Abdurahman dismaping mengadakan pengajian dan tabliq ke berbagai tempat, juga menyelenggarakan pendidikan pondok pesantren. Dengan segala keterbatasannya, pendidikan pondok pesantren dirasakan kurang sistematis, baik dalam hal sarana, dana, manajemen maupun kader mubaliq kurang dapat dihasilan. Ditambah pula dengan kondisi yang kurang aman dari berbagai pengawasan oleh Pemerintah Belanda. Maka para kyai mengadakan musyawarah di antaranya KH. Entol Mohamad Yasin sebagai kyai yang tergolong intelektual, beliau cenderung membentuk pendidikan sistem madrasah dan hl ini sependapat dengan KH. Mas Abdurahman. Beranjak dari sini, akhirnya pertemuan melahirkan kata sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan dan diasuh secara jema’ah dengan mengkoordinasikanberbagai disiplin ilmu terutama ilmu Islam yang dianggap merupakan kebutuhan yang mendesak. Lembaga pendidikan tersebut bukan lagi bersifat tradisional seperti pondok pesantren yang telah ada, namun harus ditingkatkan menjadi bentuk madrasah. Untuk mencapai tujuan luhur ini sudah tentu dibutuhkan tenaga ahli dalam bidangnya. Dari sekian banyak nama madrasah yang diajukan, maka musyawarah memutuskan bahwa pemberian nama lembaga pendidikan diserahkan kepada KH. Mas Abdurahman untuk melakukan “istikhoroh”. Dari hasil istikhoroh tersebut maka lahirlah nama “ MATHLA’UL ANWAR” yang mempunyai makna “ TERBITNYA CAHAYA” pada tanggal 10 Ramadhan 1334 H bertepatan dengan Tanggal 10 Juli 1916 M yang ditetapkan sebagai tanggal lahirnya Organisasi Mathla’ul Anwar. Sebagi mudir atau direktur adalah KH. Mas Abdurahman dengan presiden bistirnya KH. Entol Mohammad Yasin dari Kampung Kaduhawuk (Menes) serta dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat sekitar Menes. Unutk sementara kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di rumah KH. Mustaghfiri seorang dermawan Menes yang bersedia rumahnya digunakan untuk tempat belajar mengajar. Selanjutnya dengan modal wakaf tanah dari Ki Demang Entol Djasudin yang terletak di pinggir jalan raya, dibangunlah sebuah gedung madrasah dengan cara gotong royong oleh seluruh masyarakat Menes pada tahun 1920. Bangunan pertama ini berukuran seluas 1000 m2 (20 m x 50 m) yang samapi saat ini masih berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan mulai dari TK sampai Madrasah Aliyah (sederajat SMA). Gedung ini tidak lain adalah pusat perguruan Mathla’ul Anwar yang terletak di Kota Menes Pandeglang. Dari madrasah inilah mulai dihasilkan kader-kader mubaligh serta kyai dan ulama Mathla’ul Anwar ayng kemudian bergerak menyebar luaskan Mathla’ul Anwar keluar daerah pandeglang seperti ke Kabupaten Lebak, Serang, Tangerang,
1. Mengesahkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang meliputi : dikukuhkannya Nama, Waktu dan Tempat lahirnya Mathla’ul Anwar berdasarkan Islam sepanjang tuntunan Ahli Sunnah Wal Jama’ah yang bersumberkan Al-Qur’an, Al-Hadits, Al-Ijma dan Al-Qiyas
2. Menetapkan susunan Pengurus Besar (Hoofd Bestuur) antara lain :
a. KH. Entol Mohammad Yasin sebagai Ketua Umum (Presiden)
b. KH.. Abdulmukti sebagai Wakil Ketua (Vice Presiden)
c. E. Ismail sebagai Sekretaris
Untuk terlaksananya rencana pelajaran dengan baik dan sesuai dengan ketentuan, maka diangkatlah seorang Inspektur (pengawas) yang berkedudukan di Pusat. Jabatan ini diamanatkan kepada KH. Mas Abdurahman samapi beliau wafat pada Tahun 1943 M
Para Ulama dan Kyai yang termasuk pendiri Mathla’ul Anwar selain KH. Mas Abdurahman, KH. Entol Mohammad Yasin dan KH. Tb.Mohammad Sholeh juga diantaranya KH. Sulaeman, Kyai Daud, KH.Abdul Mukti, Kyai Syaifudin, Kyai Rusdi, E. Dawawi, E. Djasudin, turut pula golongan muda seperti E. Ismail dll. Perlu dicatat bahwa KH.Mas Abdurahman dan KH.Entol Mohammad Yasin merupakan “Dwi Tunggal”
Adapun ulama dan kyai semasa dan satu generasi dengan KH. MAs Abdurahman diantaranya : Kyai Asnawi (Caringin), Kyai Tegal, Kyai Sugiri (Mandalawangi), Kyai Ruyani (Kadupinang), Kyai Mansyur (
Generasi dan murid – murid pertama yang menjadi pejuang dan penerus Mathla’ul Anwar antara lain :
- KH. Mohammad Ra’is
- KH. Abdul Latif
- KH. Syafei
- KH. Uwes Abubakar
- KH. Syidik
- KH. M. Yunan
- KH.Hudori
- KH. Achad Suhaemi
- KH. Suhaemi
- K.Tb. Achmad
- KH. Moch. Ichsan
Untuk memudahkan dalam mempelajari pengetahuan agama, KH. Mas Abdurahman banyak menyusun karya-karya tulis dan kitab-kitabnya yang disusun dalam bahasa sunda diantaranya :
- Tajwid
- Tauhid
- Nahu Ajurumiyah jilid I, II, dan III
- Syaraf Taqlif
- Ilmu Balaghah/Bayan
- Djawa’iz
- Tauhfah
- Munhajulqawin
Fatwa dan pandangan KH. Mas Abdurahman terhadap pemerintah colonial Belanda adalah kafir, menerima gaji dari dari pemerintah colonial Belanda adalah haram, sampai – sampai anaknyapuntidak bolehmasuk sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda. Satu lagi fatwanya, jika seseorang dinikahkan oleh Naib/onder maka dianggap tidak syah dan harus dinikahkan kembali oleh kyai yang bukan pegawai colonial Belanda
(disusun dari berbagai sumber dari sejarah KH. Mas Abdurahman)
Waduh ternyata kakekNya ibu mertua sy ada ditulisan ini, Kiayi Ruyani Kadu Pinang
BalasHapusMbah Togel nggak nyambung
BalasHapusMbah Togel nggak nyambung
BalasHapusAwalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'
BalasHapusAwalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'