Perlunya Kawasan Industri Halal untuk UMKM
Perlunya Kawasan Industri Halal untuk UMKM
Oleh
Ir.
H. Andi YH Djuwaeli, MRE
(Praktisi Kawasan Industri Halal dan
Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Pusat)
Dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, salah satu point pentingnya adalah negara berkeinginan bagaimana Usaha Mikro Kecil dan Menengah bisa naik kelas dengan merubah kriteria UMKM di lihat dari Omset dan Asetnya
Perubahan secara radikal tersebut tentang kriteria UMKM sebelumnya mengacu kepada UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM dimana usaha mikro asetnya kurang dari Rp 50 juta dan omsetnya kurang dari Rp 300 juta per tahun, untuk usaha kecil asetnya antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta dan omsetnya antara Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 Milyar per tahun, sedangkan untuk usaha menengah asetnya antara Rp 2,5 Milyar sampai dengan Rp 50 Milyar dan omsetnya antara Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 Milyar
Dalam Peraturan Pemerintah no 7 Tahun 2021 yang mengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 2020, perubahan radikal yang dimaksud tentang kriteria UMKM terlihat dari perubahan nilai omset dan assetnya yakni :
Untuk usaha mikro asetnya kurang
dari Rp 1 Milyar dan omsetnya lebih dari Rp 2 Milyar per tahun, untuk usaha
kecil asetnya antara Rp 1 Milyar sampai dengan Rp 5 Milyar dan omsetnya antara
Rp 2 Milyar sampai dengan Rp 15 Milyar per tahun, sedangkan untuk usaha
menengah asetnya antara Rp 5 Milyar sampai dengan Rp 10 Milyar dan omsetnya
antara Rp 15 Milyar sampai dengan Rp 50 Milyar
Sedangkan Sektor Utama UMK pada usaha sektor Pertanian, Perikanan dan Perkebunan 49 %, Perdagangan Besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan motor 23,6 %, pengangkutan, pergudangan dan jasa lainnya 10,28 %, Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum 8,63 % dan Industri pengolahan 8,49 %
Bagaimana menaikan kelas UMKM yang menjadi kebijakan radikal negara itu?
Saya coba menawarkan konsep bagaimana perlu nya kawasan industri Halal khusus UMKM (KIH UMKM)
dimana potensi UMKM itu menjadi pilar yang kokoh dalam membangun perekonomian
bangsa Indonesia bangsa yang besar ini.
KIH
UMKM adalah seluruh atau sebagian dari kawasan industri yang dirancang dengan sistem
dan fasilitas untuk mengembangkan industri yang menghasilkan produk halal yang
diperuntukan untuk memberdayakan dalam rangka menaikan kelas UMKM
Kebijakan
dalam mewujudkan KIH UMKM dalam regulasi yang diterbitkan oleh negara sudah
sangat banyak mengatur secara umum maupun secara spesifik, tinggal bagaimana
kita bisa mengimplementasikannya dalam bentuk aksi – aksi usaha.
Dalam
Konsep KIH UMKM, perlu dibahas secara khususnya, yakni tentang kawasan, Industri,
halal dan UMKM, karena masing – masing itu
memiliki regulasi sebagai aturan main dalam mewuujudkannya.
Pertama Kawasan
Kawasan
yang dimaksud adalah kawasan Industri yakni kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan
dan dikelola oleh perusahaan industri
Didalam
UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, mengatur tentang industri dan kawasan
industri termasuk perizinannya. Untuk memperoleh izin bagi industri disebut
dengan Izin Usaha Industri sedangkan untuk izin bagi Kawasan Industri disebut
dengan Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI). Perusahaan yang dimaksud dalam UU
perindustrian adalah perusahaan Industri dan perusahaan Kawasan Industri.
Perusahaan
Kawasan Industri dapat melakukan pembentukan kawasan Industri, termasuk
pembentukan kawasan industri Halal setelah perusahaan kawasan industri memperoleh
surat keterangan tentang Kawasan Industri Halal yang dikeluarkan oleh kementerian
terkait.
Untuk
Pembentukan Kawasan Industri Halal oleh perusahaan kawasan Industri harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
Seluruh kavling industrinya dialokasikan untuk
perusahaan industri yang menghasilkan produk halal
b.
Sebagian kaveling industrinya dialokasikan untuk perusahaan
industri yang menghasilkan produk halal serta sarana dan prasarana terletak
dalam satu hamparan
c.
Kaveling industrinya menyediakan sarana distribusi
bahan baku, bahan penolong dan barang jadi yang terintegrasi bagi perusahaan
Industri yang menghasilkan produk halal serta sarana dan prasarana yang tidak
terletak dalam satu hamparan
d.
Tersedia sarana dan prasarana yang secara fungsi
atau lokasi yang bersifat terintegrasi dan mendukung kegiatan indiustri untuk
memenuhi persyaratan halal dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan
mengenai jaminan produk halal
e.
Mempunyai tim manajemen halal
f.
Sarana prasarana terdiri atas laboratorium, Lembaga Pemeriksa
Halal (LPH), instalasi pengolahan air baku, kantor pengelola, pembatas dan
sistem manajemen halal
Untuk luasan lahan yang disebut dengan sebuah Kawasan Industri membutuhkan luasan minimal 50 Ha atau 500.000 m2 dalam satu hamparan
Standar
kawasan Industri membutuhkan infrastruktur seperti :
•
Jaringan jalan;
•
Jaringan listrik;
•
Instalasi pengolahan air baku;
•
Instalasi pengolahan air limbah;
•
Kantor pengelola;
•
Saluran drainase;
•
Instalasi penerangan jalan;
•
Kaveling industri;
•
Jaringan telekomunikasi;
•
Prasarana dan sarana sampah padat;
•
Pemadam kebakaran;
•
Saluran buangan air kotor; dan
•
Sarana penunjang;
Kedua Industri
Industri
adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/ atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai
nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Sedangkan Industri halal merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan industri yang dimulai dari
perolehan bahan baku, pengolahan, hingga
menghasilkan produk halal harus
menggunakan sumber daya maupun cara yang diizinkan oleh syariat islam. Seiring
perkembangannya, industri halal bukan hanya mencakup pada makanan dan minuman, tetapi merambah
hingga gaya hidup seperti sektor pariwisata, kosmetik, pendidikan,
keuangan, mode busana, media rekreasi, serta seni dan kebudayaan.
Perusahaan
Industri adalah setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri
yang berkedudukan di Indonesia
Perusahaan
Industri inilah yang akan mengisi kavling – kavling industri yang disiapkan perusahaan kawasan Industri dengan menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan perusahaan industri seperti infrastruktur jaringan jalan,
jaringan air bersih, jaringan telekomunikasi, jaringan pembuangan limbah, jaringan
gas dan fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Fokus
Industri yang akan dilakukan di Kawasan Industri Halal UMKM adalah pelaku industri
halal UMKM pada makanan dan minuman (Halal
Food) serta industri obat-obatan/perawatan diri (halal medicine/halal medicare),
mengingat industri ini pelakunya sangat banyak dan beragam serta memiliki prosentasei
nilai terbesar dari semua klaster halal (klaster makanan dan minuman halal; klaster
pariwisata halal; klaster fashion muslim; klaster media dan rekresiasi halal; klaster
farmasi dan kosmetik halal; Klaster keuangan Syariah ; dan klaster energi terbaharukan.
Ketiga Halal
Rencana
target ke depan di tahun 2024, Indonesia menjadi pusat halal dunia (world halal
centre). Hal ini menjadi perhatian para pemangku kepentingan yang ada di negeri
ini, berdasarkan paparan dari Global Islamic Economy Report 2020/21, bahwa Indonesia
sudah masuk dalam 4 besar halal dunia.
Untuk
kluster Makanan Halal Indonesia Rangking ke 4 (empat) setelah Uni Emirat Arab, di kluster Keuangan Syariah Rangking
ke 6 (enam) setelah Bahrain, Di kluster Parawisata Halal Indonesia berada
rangking ke 6 (enam) setelah Tunisia, kluster Fesyen Halal Indonesia berada di
rangking ke 3 (tiga) setelah Turki, kluster Obat – obatan dan kosmetik
Indonesia berada di rangking 6 (enam) setelah Mesir dan di kluster media halal
Indonesia berada rangking ke 5 (lima) setelah Inggris
Sedangkan
nilai keseluruhan rangking 6 kluster tersebut, berdasarkan indikator nilai
rangking dari Global Islamic Economy report 2020/2021, Indonesia rangking ke 4
(empat) setelah Uni Emirat Arab dari jumlah 15 rangking negara – negara yang
menjadikan halal sebagai gaya hidup.
Optimisme sangat memungkinkan di tahun 2024 Indonesia
menjadi pusat halal dunia bila pemangku kepentingan bersama – sama menjadi Gerakan
yang massif bahwa halal menjadi bagian gaya hidup (life style) dengan melibatkan
:
1.
Negara hadir sebagai regulator, dengan
mengkoordinasikan kementerian yang terkait seperti kementerian koordinator perekonomian,
kementerian perindustrian, kementerian agama, kementerian Koperasi dan UMKM,
Bappenas, kementerian ATR/BPN, kementerian keuangan, kementerian BUMN,
kementerian dikbud dan ristek, kementerian perdagangan, kementerian ESDM,
kementerian pariwisata, kementerian komunikasi dan Informasi, Kementerian Desa
dan Transmigrasi dan Kementerian Investasi
2.
Badan dan Lembaga Pemerintah sebagai operator regulasi
negara seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan,
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Badan Pengelola Keuangan Haji
(BPKH), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Badan Wakaf Indonesia, Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM), Badan Ekonomi Kreatif
3.
Peran Majelis Ulama Indonesia dalam menggerakan
ekonomi umat khususnya pelaku UMKM agar menjadi naik kelas dengan melibatkan semua
komisi/Lembaga/badan yang ada di bawah MUI
4.
Para pelaku UMKM, para asosiasi (Kadin, Ikatan
Saudagar Muslim Indonesia/ISMI, Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren/Hebitren dan
lain lain)
Salah
satu strategi dalam upaya pencapaian visi Indonesia sebagai pusat pusat halal
terkemuka didunia adalah penguatan rantai nilai halal (halal value chain).
Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 memuat sejumlah industri yang berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat muslim yang terbagi menjadi beberapa klaster diantaranya :
(1) klaster makanan dan minuman halal; (2) klaster pariwisata halal; (3)
klaster fashion muslim; (4) klaster media dan rekresiasi halal; (5) klaster
farmasi dan kosmetik halal; (6) Klaster keuangan syariah dan (7) klaster energi terbaharukan.
Produk
makanan dan minuman halal adalah makan dan minuman yang telah bersertifikasi
halal, yang ditandai dengan pencantuman lambang halal pada kemasan. Bagi
muslim, lambang halal menandakan produk tersebut memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh hukum syariah sehingga layak dikonsumsi. Sedangkan untuk
non-muslim, logo halal mewakili simbol kebersihan, kualitas, kemurnian dan keamanan
(Ambali & Bakar, 2012).
Dalam
proses penerbitan sertifikasi halal, setidaknya akan ada tiga komponen yang
bekerja di dalamnya yaitu BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Indonesia telah memiliki panduan sertifikasi halal yang
diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia yaitu Requirements of Halal
Certification HAS 23000 (Policies, Procedures and Criteria).
Pangsa
pasar produk halal sangat luas. Namun saat ini, Perbedaan dalam standardisasi
dan sertifikasi produk halal di setiap negara menjadi hambatan industri makanan
halal Indonesia untuk menembus pasar internasional. Oleh sebab itu, harus ada
upaya pengembangan pangsa pasar agar Indonesia bukan hanya menjadi target
pangsa pasar konsumsi makanan halal terbesar, namun dapat menjadi produsen
makanan halal terbesar dengan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dalam
Masterplan ekonomi Syariah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2019-2024, setidaknya ada lima program unggulan memperkuat halal value chain,
yaitu :
- Membangun kawasan industri
halal dan halal hub di berbagai daerah sesuai dengan comparative advantage
masing-masing daerah unggulan.
- Memperkuat infrastruktur
untuk meningkatkan efektivitas dan standarisasi proses sertifikasi halal
di Indonesia (Halal Center, Lembaga Penjamin Halal, perwakilan BPJPH,
Sistem Informasi Halal, dll)
- Meningkatkan jangkauan
(outreach) melalui sosialisasi/edukasi publik halal lifestyle
- Program Insentif bagi lokal
dan global player untuk berinvestasi dalam mendukung perkembangan Rantai
Nilai Halal (Halal Value Chain) secara komprehensif (mulai dari bahan
baku, produksi, distribusi dan promosi)
- Memperkuat kerja sama dan
pengakuan internasional untuk memperluas pasar produk halal Indonesia,
diantaranya melalui standardisasi dan harmonisasi dengan dibentuknya
international halal center di Indonesia. (Bappenas, 2019).
Dengan
menguatkan rantai nilai halal, maka akan terbentuk ekosistem rantai nilai halal
yg dimulai dengan adanya kawasan industri Halal, baik itu untuk ekosistem
rantai nilai halal pada makanan dan minuman, maupun ekosistem rantai nilai
halal pada
Ke Empat UMKM
Kata pemberdayaan yang sering melekat pada UMKM, menurut kami sudah tidak pas, baiknya dengan istilah penguatan pada pelaku usaha mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang berorientasi kepada menaikan kelas UMKM, seperti dari pelaku usaha mikro menjadi pelaku usaha Kecil, pelaku Usaha Kecil menjadi pelaku usaha Menengah dan pelaku usaha menengah diharapkan menjadi pelaku besar yang umumnya para pelaku UMKM adalah kelompok terbesar umat islam
Jumlah UMKM di Indonesia dengan berdasarkan data kementerian koperasi dan UMKM Tahun 2019
Kondisi saat ini UMKM kena terkena Imbasnya dari bencana Pandemi Covid 19, beda sekali pada waktu krisis keuangan tahun 1998 dan Tahun 2008, UMKM bisa bertahan atas krisis keuangan yg menimpa bagi pelaku usaha besar….
Jadi bencana pandemic covid 19 ini bagi pelaku UMKM
terasa sekali, berkurangnya omset, karena roda ekonomi tidak bergerak terbatasnya
pergerakan uang dan manusia. Diperkirakan jumlah UMKM dengan musibah pandemic covid
19 ini berkisar 50% yang bertahan.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat ditengah pandemi covid 19 menerbitkan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang – undang ini juga disebut sebagai Undang – undang sapu jagat, dimana pemerintah menginginkan kemudahan berusaha, kemudahan perizinan, akses pasar dan pembiayaan, serta menguatkan dan menaikan kelas UMKM
Pemerintah berupaya menaikan kelas UMKM dimana dalam Undang- Undang terlihat jelas bagaimana kriteria UMKM pada sisi omset dan asetnya di naikan baik untuk pelaku usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Dalam Undang – undang No 20 Tahun 2006 tentang UMKM, kriteria usaha mikro memiliki asset kurang dari Rp 50 juta dan omset pertahunnya kurang dari Rp 300 juta, sekarang dengan terbitnya UU sapu jagat yang mengatur kriteria UMKM melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021, usaha mikro memiliki asset kurang dari Rp 1 Milyar dan omsetnya per tahun lebih dari Rp 2 milyar.
Untuk Usaha kecil yang semula memiliki asset Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta dan omsetnya Rp 300 juta sampai denggan Rp 2,5 Milyar, menjadi Asetnya lebih dari Rp 1 Milyar sampai dengan Rp 5 Milyar dan omsetnya per tahun Rp 2 Milyar sampai dengan Rp 15 Milyar
Sedangkan untuk usaha menengah yang semula memiliki asset Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 Milyar dan omset per tahunnya Rp 2,5 Milyar sampai denggan Rp 50 Milyar, menjadi Asetnya lebih dari Rp 5 Milyar sampai dengan Rp 10 Milyar dan omsetnya per tahun Rp 15 Milyar sampai dengan Rp 50 Milyar
Sektor Utama UMKM pelaku usahanya 49 % di sektor Pertanian, perikanan dan perkebunan, 23,60 % perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan motor, 10,28 % Pengangkutan, Pergudangan dan jasa lainnya, 8,63 % penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum dan 8.49 % Industri pengolahan.
Dilihat dari konfigurasi sektor UMKM tersebutm perlu UMKM peningkatan pada sektor pengolahan agar menjadi pelaku produksi dan menjadi produsen
Kontribusi UMKM sangat signifikan terhadap perekonomian nasional terlihat dari kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 60,51 %, terhadap tenaga kerja secara total 96,92 %, kontribusi ekspor UMKM terhadap total ekspor non migas sebesar 15,65 % dan kontribusi terhadap penyerapan investasi UMKM terhadap total investasi usaha 50%.
Dengan menguatkan UMKM maka negara hadir dalam distribusi asset kekayaan dan pemerataan ekonomi, sehingga diharapkan konfigurasi ekonomi dari piramida menjadi belah ketupat.
Sehingga dengan hadirnyan Kawasan Industri Halal-UMKM diharapkan :
1. Terbangunmya Ekosistem rantai nilai Halal
2. Peningkatan kelas UMKM dengan naiknya asset dan omset para pelaku usaha UMKM karena3. Sebagai pusat pengolahan Industri Halal
4. Sebagai pusat sertifikasi halal yang dilakukan bersama dengan BPJPH – Lembaga Pemeriksa Halal
5. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, yang hadir di 514 Kabupaten/kota
6. Memudahkan pemerintah memberikan insentif fiscal dan non fiscal, pajak, retribusi maupun
7. Kemudahan control terhadap limbah dan pengolahan limbah secara Recycle (daur ulang), Reuse
8. Sebagai distribusi asset dan pemerataan ekonomi
9. Lahirnya para pengusaha menengah kelas baru
10. Sebagai objek vital nasional
Komentar
Posting Komentar